Seorang warga didesa dapat memiliki rumah gratis hanya bermodalkan pisang goreng sama seteko air, dan seseorang di kota harus bekerja banting tulang, putar otak, peras keringat, untuk memiliki rumah impian, bagaimana ini bisa terjadi?
Seseorang warga desa yang tidak punya uang, taat beribadah serta baik sama warga sekitar tentunya berharap punya rumah sekedar untuk berlindung dikala hujan deras mengguyur serta berteduh disaat terik panas matahari memanggang ubun – ubun.
Kembali kepada pisang goreng dan teko air yang bisa membuat kita mempunyai rumah, bagaimana caranya? Tanah tidak punya? bahan bangunan gak ada? Jawabanya ternyata ada satu emas yang akhir – akhir ini banyak dilupakan penduduk kota, ya sebuah emas tak ternilai harganya yaitu sifat kegotong royongan warga.
Di desa istilahnya “ sambatan “ seseorang yang ingin membangun rumah datang pada salah satu warga yang kebetulan punya tanah untuk meminta tumpangan istilahnya “ mondok “ kemudian dengan senang hati langsung diberi, warga lain tidak mau ketinggalan rezeki dengan memberi bantuan bambu, kayu serta bahan bangunan lainya setelah itu masyarakat bergotong royong membangunkan rumah yang punya hajat menyediakan camilan pisang goreng sama air minum secukupnya, dan rumah pun jadi, mudah bukan. 🙂
Sebentar, Kenapa memberi dikatakan mendapat rezeki, bukankankah justru kehilangan? Hal inilah yang menjadi momok warga kota yang giat berlomba – lomba menguasai seluruh harta dengan cara yang kadang- kadang tidak mempedulikan penderitaan orang lain, tentunya hasilnya pun memuaskan karena uang segepok dapat diraih, tapi apa yang terjadi rezeki sebenarnya justru hilang.
Kenapa? Dibawah ini ada bermacam – macam type rezeki yang untuk memperolehnya semua harus dipenuhi secara seimbang
- Harta
- Kesehatan
- Teman yang banyak ( silaturahmi )
- Kasih sayang sesama.
- Dll. Yang baik – baik deh..
Pertanyaanya?
- Bagaimana jika punya harta melimpah tapi tidak sehat? Biaya berobat kan mahal dan sampai harta habis belum tentu sembuh itu penyakit. 🙂
- Bagaimana jika punya harta melimpah tapi dibenci semua orang disekitar? Yah paling – paling warga sekitar Cuma bilang, wah keren tuh rumah… wah gedenya… GILA.. nah loh.. dikatain gila sama warga sekitar. 🙂
- Bagaimana jika punya rumah mewah tapi keluarga berantakan? Yah.. udah cape – cape ngumpulin harta ternyata anak gak terurus, bandel dan masuk penjara, pegang jidat dah… 🙂
Disitulah jawaban kenapa memberi justru mendapat rezeki, karena dengan memberi maka jalinan silaturahmi terbangun, disitu harta tidak diperlukan, kenapa harta tidak diperlukan. Misalkan ketika kita mau masak gak punya garam hanya bermodal bilang tetangga langsung diberi. Lalu warga kota gak punya air minum saja harus ke warung pakai angkutan ngeluarin harta tentunya.
Dan bagaimana dengan warga kota yang berharap rumah, mungkin langsung terbayang segepok uang, untuk membeli cat yang mengkilat , bergaya arsitektur terbaik, berdiri angkuh disamping jalan, berpagar tinggi , ya… berhasil sih, didalam sebuah istana yang dibangun sebenarnya sebuah penjara sangkar emas yang dapat membuat kita seumur hidup tidak pernah mengenal tetangga.
Begitulah Dua warga sipil desa dan kota dengan dua buah jalan berbeda dengan tujuan sama yaitu memiliki rumah. Dan yang terbaik tentunya menggabungkan semangat kerja kota dengan kekompakan desa.
Mohon maaf jika ada yang tersinggung, tangan yang sedang luka pasti perih jika disiram air yang menyegarkan, dan semoga tulisan laksana air segar dan kita adalah tangan yang sehat pula.
tulisan ini dibuat hanya sekedar mengingatkan arti penting silaturahmi dan semangat kegotong royongan kita.
Betul sekali Pa, “Sambatan”… Civil memang pembuat peradaban… 🙂
beeeeeetulllll bosssss