keadaan memaksa force majeure surat perjanjian borongan SPB

Pelaksanaan proyek konstruksi bangunan diharapkan bisa selesai dengan lancar tanpa halangan. Namun terkadang bisa terjadi keadaan memaksa (force  majeure) yang menyebabkan keterlambatan pengerjaan atau bahkan sama sekali tidak bisa dilanjutkan.

Hal itu berpengaruh terhadap biaya dan pihak mana yang harus menanggung kerugian apakah pemilik proyek atau pemborong.

Jika tidak diatur dengan baik, maka hal ini bisa menimbulkan perselisihan. Oleh karena itu perlu dibuatkan pasal keadaan memaksa (force majeure) surat perjanjian borongan SPB yang contohnya sebagai berikut.

 

keadaan memaksa force majeure

keadaan memaksa force majeure

Pasal 18

KEADAAN MEMAKSA (“FORCE MAJEURE”)

18.1.  Yang  dimaksud  dengan Keadaan Memaksa  (“Force  Majeure”) adalah keadaan atau peristiwa yang terjadi di luar  dugaan, kemampuan  dan  kekuasaan  para  pihak  yang  mengakibatkan terhambatnya  pelaksanaan  kewajiban salah satu  atau  para pihak sesuai dengan ketentuan Perjanjian ini, yaitu :

(a) Gempa bumi,  angin  topan,  banjir, tanah longsor, sambaran petir, kebakaran, ledakan, benda-benda angkasa dan bencana alam lainnya;

(b) Peperangan, huru-hara, terorisme, pemberontakan, sabotase, embargo, pemogokan umum.

18.2. Keadaan  Memaksa harus diberitahukan secara  tertulis  oleh PIHAK  KEDUA kepada PIHAK PERTAMA dalam waktu dua (2)  hari kalender sejak terjadinya keadaan/peristiwa tersebut. Dalam  waktu   tujuh  (7)  hari  setelah  menerima   pemberitahuan tersebut,  PIHAK  PERTAMA harus memberikan  jawaban  apakah Keadaan Memaksa tersebut dapat diakui atau tidak.

Apabila  dalam  waktu  tujuh  (7)  hari  setelah   menerima pemberitahuan  tersebut  PIHAK  PERTAMA  tidak   memberikan jawaban  kepada  PIHAK KEDUA, maka PIHAK  PERTAMA  dianggap menyetujui  / mengakui adanya Keadaan Memaksa seperti  yang disampaikan oleh PIHAK KEDUA.

18.3. Dalam waktu tiga (3) hari setelah berakhirnya suatu Keadaan Memaksa, PIHAK KEDUA harus menyerahkan kepada PIHAK PERTAMA  laporan  mengenai Keadaan Memaksa  tersebut  serta akibatnya  pada Pekerjaan  DEWATERING GEDUNG SEMUT dengan  menyertakan bukti-bukti yang sah dari instansi yang berwenang.

18.4. Tanpa mengurangi berlakunya pasal 19 Perjanjian ini,  dalam hal, karena Keadaan Memaksa yang diakui oleh PIHAK PERTAMA, terjadi   kerusakan  pada  Pekerjaan  DEWATERING GEDUNG SEMUT atau  bahan / barang  yang  ada  di  lokasi  Pekerjaan dan belum terpasang, maka :

(a) PIHAK  PERTAMA  dapat memerintahkan PIHAK  KEDUA  untuk membersihkan dan membuang reruntuhan, membangun kembali atau  memperbaiki pekerjaan yang rusak, mengganti  atau memperbaiki bahan/barang yang rusak, serta  melanjutkan pelaksanaan Pekerjaan  DEWATERING GEDUNG SEMUT.

(b) Pekerjaan pembersihan dan pembuangan reruntuhan, pembangunan  kembali  atau  perbaikan  pekerjaan yang rusak,  serta penggantian atau  perbaikan  bahan/barang yang  rusak,  yang dilaksanakan oleh PIHAK  KEDUA  atas perintah PIHAK  PERTAMA, merupakan  Pekerjaan  Tambah sesuai dengan ketentuan Perjanjian ini.

18.5. Apabila PIHAK PERTAMA menolak atau tidak mengakui  “keadaan memaksa”  sebagaimana  disampaikan oleh PIHAK  KEDUA,  maka PIHAK KEDUA wajib memperbaiki segala kerusakan yang  terjadi atas Pekerjaan DEWATERING GEDUNG SEMUT  atau bahan/barang yang ada  di lokasi  Pekerjaan dan belum terpasang, dan  seluruh  biaya, kerugian  dan  keterlambatan yang  timbul  akibat  “keadaan memaksa” tersebut menjadi tanggung jawab PIHAK KEDUA.

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.