Jalan baru rusak, salah siapa?

Jalan baru rusak, salah siapa? Ilmu teknik sipil, khususnya transportasi, saat ini bukan lagi masalah teknis belaka. Bukan lagi pekerjaan profesional yang hanya berkutat dengan hitungan mutu baik dan biaya ekonomis.  Pengaruh sosial, ekonomi, bahkan politik juga ikut mempengaruhi perkembangannya.

 

Contoh kasus, dengan suatu alasan pemerintah ingin membangun jalan dari kota A ke kota B. Jarak dari kota A ke kota B sejauh 20 km. Jadi, pemerintah harus membangun jalan sepanjang 20 km, agar akses dari kota A ke kota B dapat berjalan dengan lancar.

marka jalan

Pemerintah lalu mentenderkan pekerjaan ini. Setelah melalui segala proses administrasi, diputuskan satu konsultan perencana dan kontraktor untuk mengerjakan proyek ini. Konsultan merencanakan perkerasan jalan yang mempunyai umur rencana X tahun, dengan mutu jalan yang baik sehingga membutuhkan material yang baik pula, kemudian menghitung biaya.

 

Misalnya untuk membangun jalan tersebut dibutuhkan biaya sebesar kurang lebih 20 Milyar. Tetapi pemerintah hanya dapat mengalokasikan dana untuk pembangunan jalan tersebut sebesar 10 Milyar dalam tahun ini. Dan dana yang tersedia hanya dapat melaksanakan jalan sepanjang 10 km. Dari segi kelayakan, jalan tersebut harus dibangun secepatnya dalam tahun ini. Jalan ini akan sangat bermanfaat bagi kota A maupun kota B. Terutama jalan ini mampu mendongkrak perekonomian dan hasil alam yang diproduksi oleh kota tersebut. Jalan ini sangat membantu aksesibilitas bagi masyarakat setempat. Jalan ini juga sangat diharapkan oleh masyarakat setempat beberapa tahun belakangan ini. Dan apabila dibangun hanya setengahnya, jalan tersebut tidak akan berfungsi sebagaimana mestinya. Maka pemerintah kembali berdiskusi dan membuat beberapa kebijakan, sehingga dengan dana sekian, pembangaunan jalan dapat langsung dilaksanakan.

 

Dalam kondisi seperti ini, berbagai pertimbangan dilakukan pemerintah. Tujuannya agar daerah A dan daerah B dapat berkembang secara ekonomi maupun hasil alam, pemerintah mengambil kebijakan. Biasanya kebijakan yang diambil adalah menurunkan kualitas material, sehingga dapat menekan biaya pembangunan jalan. Maka pembangunan jalan dapat dilaksanakan hingga selesai dengan cepat, dan penduduk setempat dapat segara menggunakan fasilitas jalan tersebut.

 

Akan tetapi beberapa bulan kemudian (setelah jalan selesai), jalan tersebut mengalami beberapa kerusakan. Seperti terkelupasnya lapisan aspal, berlubang, terjadi retak, dan lain sebagainya. Kerusakan ini menyebabkan jalan tidak aman untuk digunakan, karena mudah terjadi kecelakaan. Kecepatan rencana pun tidak bisa dijadikan acuan untuk melaju pada jalan ini. Hal ini tentunya disebabkan oleh material yang kurang baik.

 

Dalam keadaan seperti ini, tidak ada yang bisa disalahkan untuk kerusakan jalan ini. Orang-orang awam biasanya berpikir bahwa pelaksana jalan (yang notabene lulusan teknik sipil) yang mereka anggap tidak profesional dalam melaksanakan atau membangun jalan tersebut. Padahal pelaksana mengerjakan sesuai dengan desain gambar yang ada. Memang ada pelaksana jalan yang sering mengambil keuntungan dalam kualitas material, tetapi apabila ada pengawasan yang baik dan tegas dari konsultan pengawas, hal ini dapat dihindari. Pemerintahpun tidak bisa disalahkan, karena pemerintah terpaksa mengambil kebijakan cepat agar jalan tersebut dapat tersedia dengan cepat.

 

Kesimpulannya, dalam pelaksanaan pembangunan konstruksi, dalam hal ini khususnya jalan raya, ada banyak hal yang harus diperhatikan. Baik dari segi ekonomi, sosial, dan keamanan pengguna jalan. Pemerintah sebagai owner jalan (penyedia dana pembangunan jalan), konsultan perncana, dan kontraktor sebagai pelaksana pembangunan jalan, harus benar-benar mampu mengambil kebijakan yang tidak merugikan masyarakat sebagai pengguna jalan.

4 Comments

  1. jack daniels 23 May 2012
  2. wahyu nugraha 24 May 2012
  3. Dedi Saputra 26 May 2013
    • Jusrin 31 August 2014

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.