Pelaksanaan proyek konstruksi bangunan adakalanya terhambat oleh kondisi atau peristiwa yang diluar kemampuan sehingga menjadi penyebab tidak selesainya pekerjaan sesuai batas waktu kontrak yang ditetapkan, hal ini berarti kontraktor mengalami keterlambatan sehingga beresiko dikenakan denda, tapi pastinya kontraktor tidak akan mau membayar denda karena keterlambatan penyelesaian pekerjaan tersebut disebabkan oleh hal-hal yang diluar kekuasaan seperti bencana alam, huru hara, atau yang lainya. agar masalah ini bisa gamblang maka perlu dijelaskan tentang pasal Keadaan memaksa atau force majeure pada surat perjanjian borongan proyek, agar kedua belah pihak tahu mana hak dan kewajibanya jika peristiwa yang tidak diinginkan tersebut terjadi. berikut contohnya
Contoh isi Pasal Keadaan memaksa (force majeure) pada surat perjanjian borongan proyek
- Yang dimaksud dengan Keadaan Memaksa (“Force Majeure”) adalah keadaan atau peristiwa yang terjadi di luar dugaan, kemampuan dan kekuasaan para pihak yang mengakibatkan terhambatnya pelaksanaan kewajiban salah satu atau para pihak sesuai dengan ketentuan Perjanjian ini, yaitu :
- Gempa bumi, angin topan, banjir, tanah longsor, sambaran petir, kebakaran, ledakan, benda-benda angkasa dan bencana alam lainnya;
- Peperangan, huru-hara, terorisme, pemberontakan, sabotase, embargo, pemogokan umum.
- Keadaan Memaksa harus diberitahukan secara tertulis oleh PIHAK KEDUA kepada PIHAK PERTAMA dalam waktu dua (2) hari kalender sejak terjadinya keadaan/peristiwa tersebut. Dalam waktu tujuh (7) hari setelah menerima pemberitahuan tersebut, PIHAK PERTAMA harus memberikan jawaban apakah Keadaan Memaksa tersebut dapat diakui atau tidak.
- Apabila dalam waktu tujuh (7) hari setelah menerima pemberitahuan tersebut PIHAK PERTAMA tidak memberikan jawaban kepada PIHAK KEDUA, maka PIHAK PERTAMA dianggap menyetujui / mengakui adanya Keadaan Memaksa seperti yang disampaikan oleh PIHAK KEDUA.
- Dalam waktu tiga (3) hari setelah berakhirnya suatu Keadaan Memaksa, PIHAK KEDUA harus menyerahkan kepada PIHAK PERTAMA laporan mengenai Keadaan Memaksa tersebut serta akibatnya pada Pekerjaan Pondasi rumah semut dengan menyertakan bukti-bukti yang sah dari instansi yang berwenang.
- Tanpa mengurangi berlakunya pasal 19 “keadaan memaksa / force majeure” Perjanjian ini, dalam hal, karena Keadaan Memaksa yang diakui oleh PIHAK PERTAMA, terjadi kerusakan pada Pekerjaan Pondasi rumah semut atau bahan/barang yang ada di lokasi Pekerjaan dan belum terpasang, maka :
- PIHAK PERTAMA dapat memerintahkan PIHAK KEDUA untuk membersihkan dan membuang reruntuhan, membangun kembali atau memperbaiki pekerjaan yang rusak, mengganti atau memperbaiki bahan/barang yang rusak, serta melanjutkan pelaksanaan Pekerjaan Pondasi rumah semut.
- Pekerjaan pembersihan dan pembuangan reruntuhan, pembangunan kembali atau perbaikan pekerjaan yang rusak, serta penggantian atau perbaikan bahan/barang yang rusak, yang dilaksanakan oleh PIHAK KEDUA atas perintah PIHAK PERTAMA, merupakan Pekerjaan Tambah sesuai dengan ketentuan Perjanjian ini.
- Apabila PIHAK PERTAMA menolak atau tidak mengakui “keadaan memaksa” sebagaimana disampaikan oleh PIHAK KEDUA, maka PIHAK KEDUA wajib memperbaiki segala kerusakan yang terjadi atas Pekerjaan Pondasi rumah semut atau bahan/barang yang ada di lokasi Pekerjaan dan belum terpasang, dan seluruh biaya, kerugian dan keterlambatan yang timbul akibat “keadaan memaksa” tersebut menjadi tanggung jawab PIHAK KEDUA.
Jadi dalam pasal tersebut dijelaskan bagaimana situasi, peristiwa atau kondisi yang bisa disebut sebagai keadaan memaksa, dan bagaimana prosedurnya apabila force majeure tersebut terjadi.